Ibaratkan hujan, bonus demografi bisa membawa berkah maupun kerugian. Hujan bisa memberikan berkah seperti meningkatnya kesuburan tanaman. Bonus demografi yang ditandai dengan melimpahnya penduduk usia angkatan kerja (15-64 tahun) yang jauh lebih banyak dibandingkan penduduk usia angkatan non-kerja (di bawah 14 tahun dan di atas 64 tahun) bisa memberikan berkah seperti meningkatnya laju pertumbuhan ekonomi. Di sisi lain, hujan bisa menyebabkan kerugian seperti kebanjiran. Melimpahnya penduduk usia produktif pun bisa menjadi malapetaka tersendiri apabila tidak dipersiapkan dan dikelola dengan baik seperti meningkatnya angka pengangguran.
Faktanya adalah Indonesia mulai memasuki era bonus demografi yang puncaknya diprediksi terjadi antara tahun 2020 hingga 2030. Berdasarkan Data Statistik BPS yang disajikan pada plot interaktif di di atas, rasio ketergantungan penduduk Indonesia ditaksir mencapai 48,4% di tahun 2016. Hal ini menunjukan bahwa rata-rata setiap 100 orang usia produktif menanggung penduduk usia non produktif sebanyak 48-49 orang. Tren tersebut tentu saja kian menurun hingga puncaknya terjadi antara tahun 2020 hingga 2030.
Statistik Indonesia di atas menunjukkan bahwa proporsi penduduk usia 0-4 tahun, 5-9 tahun dan 10-14 tahun masih mendominasi dibandingkan penduduk usia dengan rentang kategori yang sama sebesar 5 tahun. Seiring dengan berjalannya waktu, penduduk usia di bawah 14 tahun tersebut akan memasuki usia angkatan kerja. Di sisi lain, angka kelahiran pun diproyeksi akan semakin menurun sehingga di masa mendatang jumlah penduduk dibawah 14 tahun pun akan kian menurun. Pergerakan piramida demografi inilah yang menyebabkan rasio ketergantungan semakin menurun sekaligus menyebabkan bonus demografi di Indonesia mencapai puncaknya di tahun 2020 hingga 2030.
Untuk lebih jelasnya, berikut ini visualisasi data yang menunjukkan pergerakan piramida demografi penduduk Indonesia dari tahun 2010 hingga 2050.
Berdasarkan proyeksi data US Census Bureau IDB di atas, Indonesia diprediksi akan mengalami puncak bonus demografi pada tahun 2023-2024 dengan taksiran rasio ketergantungan paling rendah yaitu sebesar 46,1%. Di sisi lain, BPS menaksir angka rasio ketergantungan dengan interval 5 tahun untuk tahun 2020, 2025, 2030 dan 2035 berturut-turut sebesar 47,7%, 47,2%, 46,9% dan 47,3%. Sekilas hal ini menunjukkan bahwa BPS memprediksi Indonesia mencapai puncak bonus demografi antara tahun 2025 hingga 2035. US Census Bureau IDB memprediksi Indonesia akan mencapai puncak bonus demografi lebih cepat dibandingkan BPS.
Dari proyeksi data itu pun, kita bisa mengetahui bahwa Indonesia telah memasuki era bonus demografi pada tahun tahun 2012-2013 dengan taksiran angka rasio ketergantungan sebesar 50,2% dan 49,4%. Rasio ketergantungan kembali memiliki tren naik pasca tahun 2024 dan era bonus demografi pun diprediksi berakhir pada tahun 2037-2038 dengan taksiran rasio ketergantungan sebesar 49,7% dan 50,3%. Tantangan sesungguhnya adalah pasca bonus demografi di mana penduduk usia non-produktif di atas 65 tahun semakin menggelembung. Hal inilah yang dialami oleh negara-negara yang telah mengakhiri era bonus demografi seperti Cina, Korea Selatan maupun Jepang yang memiliki rasio ketergantungan yang terus-menerus meningkat.
Sejak era bonus demografi datang, secara perlahan, Indonesia telah mendapatkan sinyal positif seperti menurunnya tingkat kemiskinan, menurunnya tingkat pengangguran terbuka maupun meningkatnya indeks pembangunan manusia. Meskipun pertumbuhan ekonomi Indonesia stagnan di angka 5%, bukan tidak mungkin Indonesia mampu meraup laju pertumbuhan ekonomi dengan angka di atas 7% saat puncak bonus demografi berlangsung pada tahun 2020-2030. Sebagai contoh, Korea Selatan mampu memanfaatkan berkah bonus demografi dengan peningkatan laju pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat pada tahun 1960 hingga 1980.
Saya optimis bahwasannya bonus demografi adalah hujan berkah yang mampu menyuburkan perekonomian dan kesejahteraan ekonomi di Indonesia. Pemerintah pun sudah mempersiapkan diri untuk mencegah kebanjiran dari imbasnya hujan bonus demografi dengan meningkatkan layanan kesehatan, meningkatkan kualitas pendidikan dan kualitas sumber daya manusia maupun meningkatkan infrastruktur yang merata. Sebagai individu, kita pun harus mempersiapkan diri, membekalkan diri dengan keahlian serta meningkatkan kapasitas diri sebelum kita memasuki puncak bonus demografi yang akan membawa berkah.
Kalau bukan sekarang, kapan lagi?
Kalau bukan kita, siapa lagi?
Statistik Indonesia di atas menunjukkan bahwa proporsi penduduk usia 0-4 tahun, 5-9 tahun dan 10-14 tahun masih mendominasi dibandingkan penduduk usia dengan rentang kategori yang sama sebesar 5 tahun. Seiring dengan berjalannya waktu, penduduk usia di bawah 14 tahun tersebut akan memasuki usia angkatan kerja. Di sisi lain, angka kelahiran pun diproyeksi akan semakin menurun sehingga di masa mendatang jumlah penduduk dibawah 14 tahun pun akan kian menurun. Pergerakan piramida demografi inilah yang menyebabkan rasio ketergantungan semakin menurun sekaligus menyebabkan bonus demografi di Indonesia mencapai puncaknya di tahun 2020 hingga 2030.
Untuk lebih jelasnya, berikut ini visualisasi data yang menunjukkan pergerakan piramida demografi penduduk Indonesia dari tahun 2010 hingga 2050.
Dari proyeksi data itu pun, kita bisa mengetahui bahwa Indonesia telah memasuki era bonus demografi pada tahun tahun 2012-2013 dengan taksiran angka rasio ketergantungan sebesar 50,2% dan 49,4%. Rasio ketergantungan kembali memiliki tren naik pasca tahun 2024 dan era bonus demografi pun diprediksi berakhir pada tahun 2037-2038 dengan taksiran rasio ketergantungan sebesar 49,7% dan 50,3%. Tantangan sesungguhnya adalah pasca bonus demografi di mana penduduk usia non-produktif di atas 65 tahun semakin menggelembung. Hal inilah yang dialami oleh negara-negara yang telah mengakhiri era bonus demografi seperti Cina, Korea Selatan maupun Jepang yang memiliki rasio ketergantungan yang terus-menerus meningkat.
Sejak era bonus demografi datang, secara perlahan, Indonesia telah mendapatkan sinyal positif seperti menurunnya tingkat kemiskinan, menurunnya tingkat pengangguran terbuka maupun meningkatnya indeks pembangunan manusia. Meskipun pertumbuhan ekonomi Indonesia stagnan di angka 5%, bukan tidak mungkin Indonesia mampu meraup laju pertumbuhan ekonomi dengan angka di atas 7% saat puncak bonus demografi berlangsung pada tahun 2020-2030. Sebagai contoh, Korea Selatan mampu memanfaatkan berkah bonus demografi dengan peningkatan laju pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat pada tahun 1960 hingga 1980.
Saya optimis bahwasannya bonus demografi adalah hujan berkah yang mampu menyuburkan perekonomian dan kesejahteraan ekonomi di Indonesia. Pemerintah pun sudah mempersiapkan diri untuk mencegah kebanjiran dari imbasnya hujan bonus demografi dengan meningkatkan layanan kesehatan, meningkatkan kualitas pendidikan dan kualitas sumber daya manusia maupun meningkatkan infrastruktur yang merata. Sebagai individu, kita pun harus mempersiapkan diri, membekalkan diri dengan keahlian serta meningkatkan kapasitas diri sebelum kita memasuki puncak bonus demografi yang akan membawa berkah.
Kalau bukan sekarang, kapan lagi?
Kalau bukan kita, siapa lagi?